ZAT PEWARNA MAKANAN
I. PENDAHULUAN
Bahan Tambahan Pangan (aditif
pangan) adalah bahan yang ditambahkan dan dicampurkan sewaktu pengolahan pangan
untuk meningkatkan mutu. Contohnya
adalah pewarna. Bahan tambahan pangan
merupakan bahan atau campuran bahan yang secara alami BUKAN
merupakan bagian dari bahan baku pangan, ditambahkan ke dalam pangan untuk
mempengaruhi sifat atau bentuk pangan, baik yang mempunyai atau tidak mempunyai
nilai gizi.
II. ISI
PEWARNA BAHAN PANGAN
1.
Pewarna Alami
Banyak warna cemerlang yang dipunyai
oleh tanaman dan hewan dapat digunakan sebagai pewarna untuk makanan. Beberapa
pewarna alami ikut menyumbangkan nilai nutrisi (karotenoin, riboflavin, dan
kobalamin), merupakan bumbu ( kunir dan paprika) atau pemberi rasa (karamel) ke
bahan olahannya.
Konsumen dewasa ini banyak
menginginkan bahan alami yang masuk dalam daftar diet mereka. Banyak pewarna olahan yang tadinya
menggunakan pewarna sintetik berpindah
ke pewarna alami. Sebagai contohnya
serbuk beet menggantikan pewarna
merah sintetik FD & C No.2, namun penggantian dengan pewarna alami secara
keseluruhan masih harus menunggu para ahli untuk dapat menghilangkan kendala,
seperti bagaimana meghilangkan rasa beet-nya, mencegah penggumpalan dalam
penyimpangan. Beberapa pewarna alami yang berasal dari tanaman dan hewan
diantaranya adalah klorofil, mioglobin dan hemoglobin, anthosianin, flavonoid,
tannin, betalain, quinon dan xanthon, serta karotenoid.
Tabel 9.1 Sifat-sifat Bahan Pewarna Alami
Kelompok
|
Warna
|
Sumber
|
Kelarutan
|
Stabilitas
|
Karamel
|
Coklat
|
Gula dipanaskan
|
Air
|
Stabil
|
Anthosianin
|
Jingga
Merah Biru
|
Tanaman
|
Air
|
Peka terhadap panas dan pH
|
Flavonoid
|
Tanpa kuning
|
Tanaman
|
Air
|
Stabil terhadap panas
|
Leucoantho sianin
|
Tidak berwarna
|
Tanaman
|
Air
|
Stabil terhadap panas
|
Tannin
|
Tidak berwarna
|
Tanaman
|
Air
|
Stabil terhadap panas
|
Batalain
|
Kuning, merah
|
Tanaman
|
Air
|
Sensitive terhadap panas
|
Quinon
|
Kuning-hitam
|
Tanaman bakteria lumut
|
Air
|
Stabil terhadap panas
|
Xanthon
|
Kuning
|
Tanaman
|
Air
|
Stabil terhadap panas
|
Karotenoid
|
Tanpa kuning-merah
|
Tanaman/ hewan
|
Lipida
|
Sensitive terhadap panas
|
Klorofil
|
Hijau, coklat
|
Tanaman
|
Lipida dan air
|
Sensitive terhadap panas
|
Heme
|
Merah, coklat
|
Hewan
|
Air
|
Sensitif terhadap panas
|
2.
Pewarna Sintesis
Di negara maju, suatu zat pewarna
buatan harus melalui berbagai prosedur pengujian sebelum dapat digunakan
sebagai pewarna pangan. Zat pewarna yang diizinkan penggunaannya dalam pangan
disebut sebagai permitted color atau certified color. Zat warna yang akan
digunakan harus menjalani pengujian dan prosedur penggunaannya, yang disebut proses sertifikasi. Proses sertifikasi
ini meliputi pengujian kimia, biokimia, toksikologi, dan analisis media
terhadap zat
Bahan pewarna sintesis yang diizinkan
di Indonesia adalah : Amaran (16185), Biru berlian (42090), Eritrosin (45430),
Hijau FCF (42053), Hijau S (44090), Indigotin (73015), Ponceau 4R (16255),
Kuning Kuinelin (15980), Kuning FCF, Tartrazine, dan Riboflavina (19140).
3.
Efek terhadap Kesehatan
Pemakaian bahan pewarna pangan
sintesis dalam pangan walaupun mempunyai dampak positif bagi produsen dan
konsumen, diantaranya dapat membuat suatu pangan lebih menarik, meratakan warna
pangan, dan mengembalikan warna dari bahan dasar yang hilang atau berubah
selama pengolahan, ternyata dapat pula menimbulkan hal-hal yang tidak
diinginkan dan bahkan mungkin memberi dampak negatif terhadap kesehatan
manusia. Beberapa hal yang mungkin memberi dampak negatif tersebut terjadi
bila:
1) Bahan pewarna sintesis ini dimakan
dalam jumlah kecil, namun berulang.
2) Bahan pewarna sintesis dimakan dalam
jangka waktu lama.
3) Kelompok masyarakat luas dengan daya
tahan yang berbeda-beda, yaitu tergantung pada umur, jenis kelamin, berat
badan, mutu pangan sehari-hari, dan keadaan fisik.
4) Berbagai lapisan masyarakat yang
mungkin menggunakan bahan pewarna sintesis secara berlebihan.
5) Penyimpanan bahan pewarna sintesis
oleh pedagang bahan kimia yang tidak memenuhi persyaratan.
Efek kronis yang diakibatkan oleh
zat warna azo yang dimakan dalan jangka waktu lama, pada percobaan dipakai
ortoaminoazo-toluen yang menyebabkan kanker hati. Selain senyawa-senyawa azo
lain mengakibatkan kanker walaupun efeknya lebih kecil dan waktunya lebih lama.
Para ilmuwan pada umumnya mempergunakan zat warna azo dalam penelitiannya,
karena hampir 90% bahan pewarna pangan terdiri dari zat warna azo.
III. PENUTUP
1. KESIMPULAN
Alternatif lain untuk
menggantikan penggunaan zat pewarna sintetis adalah dengan menggunakan pewarna
alami seperti ekstrak daun suji, kunyit dan ekstrak buah-buahan yang pada
umumnya lebih aman. Di samping itu masih ada pewarna alami yang diijinkan
digunakan dalam makanan antara lain caramel, beta-karoten, klorofil dan
kurkumin.
Selain memperhatikan
jenis pewarna yang digunakan kita juga harus pintar memilih untuk jenis makanan
yang kita konsumsi. Jangan sampai menimbulkan penyakit yang dapat kita rasakan
efeknya setelah beberapa tahun yang akan datang.
Daftar Pustaka
Eliani,R.2012.Skripsi.Standar
Bahan Pewarna Makanan.
http://student-research.umm.ac.id/index.php
/dept_of_biology/article/view/4774.
Desriani dkk, 2001, Makanan dan
Minuman Kemasan, Amankah? Edisi
September 2003, www.indomedia.com./intisari
Anonymous,
1989, Kumpulan Peraturan
Perundang-Undangan Bidang
Pangan, Depkes RI, Jakarta.
0 komentar:
Posting Komentar